Si Cerdas dan Si Bijak
Suatu hari disebuah desa dekat Hutan ada seorang anak muda yang cerdas, yang sering mengamati burung2 di hutan tersebut.
Saking cerdasnya hanya dengan kicauannya saja, anak tersebut selalu tepat menyebutkan jenis apa burung tersebut, dan bahkan tidak hanya itu dari kepakan sayap saja, dari kejauhan ia bisa menduga burung apa gerangan yang ada di atas pohon di hutan tsb.
Karena cerdasnya ia oleh penduduk desa di panggil sebagai "si Cerdas".
Namun demikian di desa itu juga terkenal ada seorang pertapa yang terkenal sangat bijak; dan karena pemikirannya yang bijak di panggilan pertapa tersebut "si Bijak."
Suatu ketika si anak ini ingin bahwa penduduk desa lebih menghormati dirinya dari pada si Bijak pertapa tadi, maka akhirnya ia mengajak penduduk desa untuk ramai2 mendatangi si bijak bersama anak tersebut untuk menguji pemikiran siapa yang lebih baik di antara mereka.
Pagi2 sekali si Cerdas sudah pergi ke hutan untuk menangkap seekor burung kecil, lalu burung di pegang dan di bawa ketempat tinggal sang pertapa.
Rupanya disana sudah banyak sekali penduduk dusun tersebut berkumpul untuk menunggu datangnya Si Cerdas untuk menunjukkan kebolehannya di depan Si Bijak, sang pertapa.
Wah senang sekali hati si anak cerdas ini;
"Sekaranglah saatnya penduduk kampung bisa melihat siapa diantara kita yang lebih hebat dan lebih patut di hormati di kampung ini". Pikirnya dalam batin.
Terlihat disana Sang pertapa sedang duduk santai memejamkan mata, sambil duduk bersila di atas pertapaanya dengan posisi teratai.
Tiba2 dari kejauhan di depan sang pertapa anak ini berteriak;
"Hai pertapa aku ingin mengujimu apakah memang benar jika kamu itu tahu segalanya? "
"Hai pertapa aku ingin mengujimu apakah memang benar jika kamu itu tahu segalanya? "
Mendengar teriakan yang sangat keras itu Sang Pertapa perlahan membuka matanya yang terpejam, dan tersenyum lembut sambil berkata; "Ada apa anakku ?"
Lalu sekali lagi anak itu berteriak: "Aku ingin membuktikan apakah memang benar kamu adalah orang yang bisa mengetahui segalanya ?"
Lalu Sang pertapa kembali tersenyum lembut.....tanpa berujar apapun.
"Kalau memang kamu tahu segalanya; ini di tanganku aku sedang memegang seekor burung kecil"
(tangan anak itu di sembunyikan di belakang pinggangnya hingga tak terlihat oleh Sang Pertapa).
(tangan anak itu di sembunyikan di belakang pinggangnya hingga tak terlihat oleh Sang Pertapa).
"Coba kamu tebak apakah burung yang ada di genggaman tanganku ini dalam keadaan hidup atau mati ?"
Lalu pertapa itu kembali tersenyum lembut.....
"Ayo cepat tebak !", teriak si anak muda dengan tidak sabar.
"Ayo tebak, jangan hanya tersenyum2 saja, ayo segera buktikan jika memang tebakanmu kali ini benar, agar penduduk desa ini bisa segera mengetahui kamu atau aku yang lebih hebat."
Teriak si anak dengan lantangnya.
Teriak si anak dengan lantangnya.
Sambil tersenyum lembut; Sang pertapa menjawab;
"Tentu saja burung yang ada di tanganmu itu dalam keadaan mati Nak"
"Tentu saja burung yang ada di tanganmu itu dalam keadaan mati Nak"
"Ha...ha....ha...., anak itu tertawa dengan puas, lihatlah ternyata kali ini kamu salah!, dan betapa bodohnya kamu, tidak bisa menjawab pertanyaanku yang sangat mudah ini." Teriak anak si anak cerdas, sambil melepas burung kecil itu untuk terbang bebas ke angkasa.
Dan penduduk desa itupun segera saja bersorak2 mengelu-elukan si Anak cerdas ini.
"Dasar orang tua bodoh, menjawab masalah seperti ini saja kamu tidak bisa dan jalas2 salah." Teriak anak tersebut sambil melihat kepada penduduk desa yang menyaksikan unjuk kebolehan tersebut.
Sambil tersenyum Pertapa Bijak itu berkata;
"Anakku sayang; tidak apa nak, kali ini aku menjadi terlihat bodoh didepan semua orang yang hadir disini"
"Aku memilih terlihat bodoh untuk membuat burung itu tetap hidup di genggaman tanganmu, aku memilih menjadi terlihat bodoh agar burung tersebut bisa segera engkau lepaskan dan terbang kembli ke sarangnya di atas pohon sana agar bisa segera memberi makan anak-anaknya."
"Bukankah sejak pagi engkau telah menangkap burung itu, dan sejak pagi pula anak-anak burung itu menunggu orang tuanya kembali untuk memberinya makan?"
"Aku memilih terlihat bodoh karena aku sadar bahwa nasib burung kecil itu dan anaknya sangat tergantung dari jawabanku kepadamu."
Dan sejenak penduduk desa tertegun mendengar jawaban sang pertapa bijak tersebut, dan setelah memahami arti ucapan dari sang pertapa; maka serentak penduduk desa tersebut berbaris dan memberi hormat yang tulus pada sang pertapa bijak tersebut.
Begitu pula si anak cerdas tadi, perlahan2 iapun menyadari betapa hebatnya pemikiran si kakek tua ini.
Dan terlihat iapun membungkukkan badannya untuk memberi hormatnya pada Sang pertapa bijak tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar